MADINAH - Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, wabah penyakit pernah menerpa kaum Muslimin. Wabah itu bermula di Amawas sehingga di namakan demikian. Akibatnya, ribuan Muslimin wafat, termasuk para tokoh sipil dan fenomena ini, Khalifah Umar mengerahkan seluruh daya dan upaya. Tambahan pula, pada periode yang sama akhir tahun ke-17 Hijriyah bencana kelaparan juga melanda. Sembilan bulan lamanya sekujur Jazirah Arab tak diguyur hujan sama sekali. Kalangan sejarawan menyebut masa itu sebagai tahun abu Amar Ramadhah. Sebab, banyak hamparan tanah setempat yang mengering dan hanya menghasilkan wabah mematikan itu berada di Amawas, suatu kota sebelah barat Yerusalem, Palestina. Muhammad Husain Haekal dalam buku biografi tentang Umar bin Khattab menjelaskan, wabah tersebut terus menjalar ke Syam Suriah, bahkan Irak. Tiap orang yang tertular tak lama kemudian akan penyakit ini memicu kepanikan massal. Sebulan lamanya wabah tersebut menyeruak. Total korban jiwa mencapai 25 ribu orang. Basrah menjadi kota dengan jumlah korban terbanyak. Di antara mereka yang gugur itu adalah figur-figur penting, semisal Abu Ubaidah bin Jarrah, Muaz bin Jabal, dan Yazid bin Abi Sufyan. Selain itu, turut pula menjadi korban jiwa adalah Haris bin Hisyam, Suhail bin Amr, dan Utbah bin Suhail. Haris bin Hisyam terkena wabah Amawas setelah mengadakan perjalanan dari Madinah ke Suriah. Dalam kafilahnya, terdapat 70 orang anggota keluarganya. Di lokasi tujuan, banyak penduduk setempat terjangkit penyakit menular itu. Akhirnya, Haris dan nyaris seluruh keluarganya meninggal dunia. Hanya empat orang dari mereka yang wabah juga meliputi kawasan tempat tinggal tentara Muslimin. Jenderal Khalid bin Walid ikut terdampak wabah Amawas. Sebanyak 40 orang anaknya meninggal dunia setelah terjangkit penyakit itu. Sesungguhnya, basis pertahanan umat Islam di Suriah menjadi begitu bisa datang kapan saja. Namun, para jenderal Romawi lebih memilih bersikap pasif. Sebab, mereka pun tak mau terimbas wabah yang sama begitu mengadakan kontak di sekitar Suriah. Khalifah Umar bin Khattab menyadari adanya wabah tersebut saat dalam perjalanan dari Madinah menuju itu, rombongannya terdiri atas sejumlah pemimpin militer, termasuk Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abi Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah. Khalifah Umar baru saja tiba di Sar, dekat Tabuk, ketika tiga tokoh tersebut memberitahukan kepadanya ihwal wabah Amawas. Mendengar keterangan mereka, Umar sem pat merasa lantas memimpin musyawarah untuk menentukan sikap, apakah meneruskan perjalanan atau balik ke Madinah. Sebagian rombongan mendesak agar perjalanan dilanjutkan. Sebagian yang lain meminta Umar untuk kembali saja ke ibu kota. sumber Harian RepublikaBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
Namun Abu Ubaidah bin Al Harits gugur sebagai syahid dalam pertempuran tersebut. Rasulullah terus membakar semangat pasukannya dengan menyeru “Musuh sedang mengepung kalian, cerai-beraikan mereka dengan serangan panah, janganlah kalian mudah menyerah, dan bersiaplah kalian memasuki surga seluas langit dan bumi”.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِيْنًا، وَأَمِيْنُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بنُ الجَرَّاحِ “Sesungguhnya setiap umat itu ada orang yang kepercayaan. Orang yang paling terpercaya di tengah umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” [HR. al-Bukhari 4382 dan Muslim 2419] Ini adalah persaksian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang mulianya akhlak Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Tentu ini adalah sebaik-baik rekomendasi. Lalu, seperti apa profil lengkap Abu Ubaidah bin al-Jarrah? Nama dan Nasabnya Nama Abu Ubaidah adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarrah al-Fihri al-Qurasyi radhiallahu anhu. Ia lebih dikenal dengan kun-yahnya, Abu Ubaidah dan langsung dinisbatkan di-bin-kan ke kakeknya. Sementara ibunya adalah Umaimah binti Ghanam. Abu Ubaidah lahir 40 tahun sebelum hijrah. Tepatnya tahun 584 M. Ia adalah laki-laki yang berperawakan kurus berwajah cekung. Janggutnya tipis. Posturnya tinggi bungkuk. Dan patah gigi serinya. Thabaqat Ibnu Saad. Meskipun berasal dari Quraisy, suku terhormat di Mekah, namun sedikit sekali riwayat yang mengisahkan tentang kehidupan Abu Ubaidah sebelum memeluk Islam. Sehingga kehidupannya kita kenal adalah kehidupan tatkala ia mulai memeluk Islam. Memeluk Islam Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiallahu anhu adalah salah seorang sahabat yang pertama memeluk Islam. Keislamannya hanya beda satu hari setelah islamnya Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu anhu. Dan dari dakwah Abu Bakar-lah ia memeluk Islam. Kemudian, bersama Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Mazh’un, dan al-Arqam bin Abil Arqam, ia menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka menyampaikan pada Nabi telah menerima kebenaran Islam. Dan mereka inilah pondasi kokoh dan pertama dakwah Islam tersebar di Kota Mekah. al-Mustadrak, 3/266. Kedudukan Yang Mulia Abu Ubaidah adalah salah seorang dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga. Ia dua kali berhijrah, turut serta dalam Perang Badar dan perang-perang setelahnya. Saat helm perang Rasulullah bengkok, menghujam hingga mematahkan gigi beliau, Abu Ubaidah-lah yang melepaskan helm yang sempit itu dari kepala Rasulullah. Dan saat barisan kaum muslimin porak-poranda di Perang Uhud, ia tetap teguh bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam kepungan musuh al-Mustadrak 3/266 dan al-Ishabah 2/243. Keutamaannya yang lain adalah ia dipuji oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau, نِعمَ الرَّجلُ أبو بَكْرٍ، نِعمَ الرَّجلُ عمرُ، نِعمَ الرَّجلُ أبو عُبَيْدةَ بنُ الجرَّاحِ، نِعمَ الرَّجلُ أُسَيْدُ بنُ حُضَيْرٍ، نِعمَ الرَّجلُ ثابتُ بنُ قَيسِ بنِ شمَّاسٍ، نِعمَ الرَّجلُ معاذُ بنُ جبلٍ، نِعمَ الرَّجلُ معاذُ بنُ عمرِو بنِ الجموحِ “Laki-laki yang terbaik adalh Abu Bakar. Laki-laki yang terbaik adalah Umar. Laki-laki terbaik adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Laki-laki terbaik adalah Usaid bin Hudhair. Laki-laki terbaik adalah Tsabit bin Qais bin Syammas. Laki-laki terbaik adalah Muadz bin Jabal. Laki-laki terbaik adalah Muadz bin Amr bin al-Jamuh.” [HR. at-Tirmidzi 3795]. Abdullah bin Syaqiq berkata, “Aku bertanya pada Aisyah, Siapakah di antara sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang paling beliau cintai’? Aisyah menjawab, Abu Bakar’. Lalu siapa’? tanyaku. Ia menjawab, Umar’. Setelah itu’? tanyaku lagi. Abu Ubaidah bin al-Jarrah’, jawabnya. Aku bertanya lagi, Siapa lagi’? Ia hanya diam [Shahih at-Tirmidzi, 3657]. Mendapatkan Pendidikan Dari Sang Penerima Wahyu Pada tahun 8 H, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutus Amr bin al-Ash menuju Dzatus Salasil. Dzatus Salasil adalah perang menghadapi Romawi di Syam di perkampungan Bani Bali. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menyertakan Abdullah dan orang-orang Qudha’ah lainnya untuk menemani Amr. Urwah bin Az-Zubair mengatakan, “Bani Bali masih paman dari al-Ash bin Wail. Saat tiba di sana, ia merasa takut karena jumlah musuh begitu banyak. Amr pun mengirim utusan kepada Rasulullah untuk meminta bala bantuan. Rasulullah mengerahkan generasi awal Muhajirin. Berangkatlah Abu Bakar, Umar, dan sejumlah pasukan lainnya dari kalangan Muhajirin. Pasukan bantuan ini dipimpin oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” Musa bin Uqbah mengatakan, “Saat mereka tiba, Amr, Aku adalah pimpinan kalian. Karena aku meminta kepada Rasulullah pasukan bantuan’. Orang-orang Muhajirin berkata, Engkau adalah pimpinan untuk pasukanmu. Sementara Abu Ubaidah adalah pimpinan pasukan Muhajirin’. Amr kembali berkata, Kalian ini adalah bala bantuan yang aku pinta kepada Rasulullah’. Melihat kondisi seperti ini, Abu Ubaidah menunjukkan akhlak yang mulia dan kelembutan karakternya. Ia berkata, Ketauhilah hai Amr, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam janjikan kepadaku dengan ucapan beliau, Kalau kau temui Amr, kalian berdua ditaati. Dan jika engkau tidak taat padaku, sungguh aku benar-benar akan menaatimu’. Lalu Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin al-Ash.” al-Baihaqi menyebutkan kisah ini sebelum penaklukkan Mekah. Di antara pengaruh besar didikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada Abu Ubaidah dalah dalam permasalahan al-wala’ loyal dan al-bara’ tidak loyal. Terdapat kisah dalam masalah ini. Mungkin kisah ini akan sulit diterima dan dibayangkan. Di Perang Badar, Abu Ubaidah bertemu dengan ayahnya di pihak musuh. Abdullah bin Syaudzb menceritakan, “Ayah Abu Ubaidah menantang sang anak di Perang Badar. Saat duel itu Abu Ubaidah berhasil membuat ayahnya terpojok. Saat sang ayah sudah banyak terluka, Abu Ubaidah pun menghabisinya. Turunlah firman Allah berkaitan dengan kejadian ini, لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” [Quran Al-Mujadilah 22] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, al-Hakim, dan al-Baihaqi. Tentu sulit dibayangkan bagaimana bisa anak membunuh ayahnya. Apalagi dengan kaca mata orang-orang toleran yang tak pernah menyentuh akidah al-wala’ dan al-bara’. Mereka akan bingung. Akan berprasangka. Mungkin mereka kecewa dengan agama ini dan orang-orang yang dijadikan teladan dalam agama. Tapi kita yang kenal al-wala’ dan al-bara’ tidak seperti itu cara pandangnya. Abu Ubaidah pun adalah seorang yang berakhlak mulia. Rasa tega dan kuat yang ia dapat saat berhadapan dengan sang ayah adalah spirit dari Allah. Ia tidak menimbang dengan pandangan dunia yang fana. Sehingga ia berhasil keluar dari sekat dan ikatan duniawi. Lalu menguatkan diri dengan ikatan akidah. Peranan Penting Abu Ubaidah radhiallahu anhu adalah seorang pemimpin yang amanah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Hudzaifah radhiallahu anhu. عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ أَهْلُ نَجْرَانَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ابْعَثْ لَنَا رَجُلًا أَمِينًا فَقَالَ لَأَبْعَثَنَّ إِلَيْكُمْ رَجُلًا أَمِينًا حَقَّ أَمِينٍ فَاسْتَشْرَفَ لَهُ النَّاسُ فَبَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ “Orang-orang Najran pernah datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata, Ya Rasulullah, utuslah kepada kami seseorang yang jujur dan dipercaya’. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku akan mengutus kepada kalian seseorang yang sangat jujur dan dapat dipercaya. Para sahabat merasa penasaran dan akhirnya menunggu-nunggu orang yang dimaksud oleh Rasulullah itu. Ternyata Rasulullah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah.” Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah seorang yang sangat mencintai Nabi dan senantiasa membela beliau. Dalam Thabaqat Ibnu Saad, Aisyah radhiallahu anha mengisahkan, “Aku mendengar Abu Bakar berkata, Saat Perang Uhud, wajah Rasulullah terluka. Helm perang beliau bengkok menghimpit pipi beliau. Aku bersegera menuju beliau. Lalu ada seseorang dari arah timur bergerak cepat Pada saat Perang Uhud, sebuah batu dilemparkan ke wajah Nabi, aku merasa lemparan itu begitu keras sehingga dua rantai helm beliau sendiri terputus. Aku bersegera berlari menuju Rasulullah dan kulihat seorang pria bergegas lari ke arahnya. Orang itu bergerak ke arah Rasulullah seolah-olah sedang terbang. Karena itu, aku berdoa untuknya, Ya Allah, jadikan orang ini sebagai sarana penyebab kebahagiaan’ Artinya, apa yang dia lakukan harus menjadi penyebab kebahagiaan bagi Nabi dan juga bagi kita. Ketika kami mencapai Rasulullah, ternyata kulihat Abu Ubaidah bin al-Jarrah itulah yang mendahuluiku. Dia berkata padaku, أَسْأَلُكَ بِاللَّهِ يَا أَبَا بَكْرٍ إِلاَّ تَرَكْتَنِي فَأَنْزِعَهُ مِنْ وَجْنَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم Wahai Abu Bakar, kumohon padamu, demi Allah, biarlah aku yang mengeluarkan rantai ini dari wajah Rasulullah.’ Hadhrat Abu Bakar mengatakan, “Kuizinkan dia untuk melakukannya.” Kemudian Abu Ubaidah meraih salah satu dari dua rantai tersebut dengan giginya dan mencabutnya begitu keras sehingga beliau terjatuh di tanah dengan punggungnya. Beliau melakukannya sangat kuat sehingga salah satu gigi depannya patah. Kemudian ia gigit rantai satu lagi dengan giginya dan mencabutnya dengan sangat keras, gigi depannya yang lain juga patah.” Abu Ubaidah adalah seorang yang berakhlak mulia. Ia seorang yang sangat tenang, zuhud, dan rendah hati. Umar pernah berkata dengan orang-orang yang duduk bersamanya, “Buatlah harapan”! Orang-orang pun menyampaikan harapan-harapan mereka. Lalu Umar berkata, “Adapun aku, aku berharap sebuah rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” Bersama Abu Bakar Abu Bakar pernah berkata kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah, “Kemarilah, biar aku membaiatmu sebagai khalifah. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إن لكل أمة أمينًا، وأنت أمين هذه الأمة Setiap umat itu memiliki orang yang terpercaya amanah. Dan engkau adalah orang terpercayanya umat ini.” Lalu Abu Ubaidah menanggapi, “Aku tidak akan mengunggulkan diriku dengan orang yang ditunjuk oleh Rasulullah sebagai imam kami.” Abu Bakar berkata pada orang-orang yang hadir di Tsaqifah Bani Sa’idah, “Aku ridha untuk mengurusi urusan kalian salah satu dari dua orang ini.” Maksudnya Umar bin al-Khattab dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Bersama Umar bin al-Khattab Umar bin al-Khattab berkata, “Aku tidak akan mengubah suatu perkara yang telah diputuskan oleh Abu Ubaidah.” Tarikh ath-Thabari, 3/434. Keputusan pertama yang dibuat oleh Umar bin al-Khattab tatkala menjabat khalifah adalah menunjuk Abu Ubaidah sebagai panglima perang menggantikan Khalid bin al-Walid. Umar berkata, “Kuwasiatkan padamu untuk bertakwa kepada Allah Yang Maha Abadi sementara selain-Nya fana. Dialah yang memberi petunjuk kepada kita. Mengeluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya. Aku telah menunjukmu menjadi panglima perang menggantikan Khalid bin al-Walid. Atur mereka sesuai dengan wewenangmu. Jangan kau biarkan kaum muslimin terjerumus dalam kebinasaan dengan semata-mata hanya berharap rampasan perang. Jangan kau posisikan mereka di satu posisi sebelum kau periksa kondisi mereka. Dan mengetahui tempat yang akan mereka datangi. Jangan kau kirim pasukan kecuali dengan jumlah yang besar. Jangan sampai kau hadapkan kaum muslimin pada kebinasaan. Kalau kau lakukan itu, kau telah menimpakan musibah untukmu demikian juga untukku. Tundukkan pandangamu dari dunia. Dan palingkan hatimu darinya. Waspadalah! Jangan sampai engkau binasa seperti binasanya umat-umat sebelummu. Padahal engkau telah tahu kekalahan mereka.” Tarikh ath-Thabari, 3/434. Bersama Khalid bin al-Walid Saat Umar mencopot Khalid radhiallahu anhu dari jabatan panglima pasukan, ia menunjuk Abu Ubaidah sebagai suksesornya. Lalu Khalid berkata kepada pasukan, “Kalian dikirimi seseorang yang terpercayanya umat ini.” Abu Ubaidah radhiallahu anhu menanggapi, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, خَالِدٌ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَنِعْمَ فَتَى الْعَشِيرَةِ “Khalid adalah pedang di antara pedang-pedang Allah Azza wa Jalla dan sebaik-baik pemuda di suatu kaum.” [HR. Ahmad 16220]. Nasehat Saat terjadi perpedaan pendapat antara Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang memimpin setelah Rasulullah, Abu Ubaidah mengucapkan satu kalimat yang menyatukan. Ia berkata, “Wahai orang-orang Anshar, kalian adalah yang pertama menolong dan membantu. Karena itu, jangan sampai kalian menjadi yang pertama berubah.” Dalam satu peperangan, ia berpidato membakar semangat pasukannya dengan mengatakan, “Ibadallah, tolonglah agama Allah, pasti Allah akan tolong kalian. Allah akan meneguhkan kaki kalian. Ibadallah, bersabarlah. Karena kesabaran adalah jalan selamat dari kekufuran. Ridha dari Allah. Keselamatan dari ketergelinciran. Jangan tinggalkan barisan. Jangan berikan musuh peluang. Jangan mulai duluan berperang. Siapkan dulu pasukan pemanah. Kita berlindung dulu di balik tameng. Jangan banyak bicara kecuali dzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Hingga Allah sempurnakan urusan kita ini insyaallah..” Wafat Penyebab wafatnya Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah wabah thaun yang melanda negeri Syam. Tepatnya di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab radhiallahu anhu. Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan, siapa yang wafat karena penyakit ini, ia seorang syahid. Kemudian ia juga wafat fi sabilillah. Ia menggabungkan dua keutamaan. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَا تَعُدُّونَ الشُّهَدَاءَ فِيكُمْ؟» قالوا يَا رَسولَ اللهِ، مَنْ قُتِلَ في سَبيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ. قَالَ إنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَليلٌ»! قالوا فَمَنْ هُمْ يَا رسول الله؟ قَالَ مَنْ قُتِلَ في سَبيلِ الله فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ في سَبيلِ الله فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ في الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ في البَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالغَرِيقُ شَهِيدٌ». رواه مسلم. “Menurut kalian, orang yang kalian anggap mati syahid itu seperti apa”? Para sahabat menjawab, “Mereka yang terbunuh dalam jihad di jalan Allah. Itulah syahid.” Nabi menanggapi, “Kalau begitu pasti sedikit yang syahid di tengah umatku.” Para sahabat bertanya, “Jadi siapa mereka, wahai Rasulullah”? Rasulullah menjawab, “Siapa yang terbunuh saat jihad di jalan Allah adalah syahid. Siapa yang wafat dalam ketaatan kepada Allah, dia syahid. Siapa yang wafat karena thaun, dia syahid. Siapa yang wafat karena penyakit yang ada di perutnya, dia syahid.” Ibnu Miqsam berkata pada anak Abu Ubaidah, “Aku bersaksi bahwa ayahmu termasuk di dalam hadits ini.” [HR. Muslim 1915]. Sejarawan sepakat bahwa Abu Ubaidah wafat karena wabah thaun amwas di Syam pada tahun 18 H [Al-Isti’ab ala Hasyiyah al-Ishabah, 3/3]. Saat Abu Ubaidah dimakamkan, Muadz bin Jabal berkhotbah di tengah masyarakat yang hadir. Ia menyebutkan banyak keutamaan Abu Ubaidah dalam khotbahnya. Abu Said al-Maqbari berkata, “Saat Abu Ubaidah terfinfeksi wabah thaun, ia berkata, Muadz, imamilah orang shalat’. Muadz pun mengimami masyarakat. Lalu Abu Ubaidah bin al-Jarrah wafat. Muadz berdiri dan menyampaikan khotbah, Masyarakat sekalin bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosa yang kalian kerjakan. Karena tidaklah seorang hamba Allah menghadap-Nya dalam kondisi ia sudah bertaubat kecuali Allah mewajibkan diri-Nya sendiri untuk mengampun orang tersebut.” Muadz melanjutkan, “Kalian dikejutkan dengan wafatnya seseorang. Yang aku tak pernah melihat seorang yang paling sedikit kesalahannya, paling baik hatinya, paling jauh dari kejahatan, paling cinta dengan akhirat, dan paling menginginkan kebaikan untuk masyarakat melebihi dirinya. Doakan dia rahmat. Dan mari kita ke tanah lapang untuk menyalatkannya. Demi Allah, kalian tidak akan mendapatkan orang semisalnya lagi.” Orang-orang pun berkumpul dan jenazah Abu Ubaidah dikeluarkan ke tanah lapang. Muadz maju ke depan mengimami shalat jenazahnya. Muadz bin Jabal, Amr bin al-Ash, adh-Dhahak bin Qays adalah orang-orang yang masuk ke liang kuburnya dan meletakkan jenazah Abu Ubaidah di lahad. Saat tanah sudah menibun jasad Abu Ubaidah, Muadz berkata, “Abu Ubaidah, sungguh aku akan memujimu dan yang kukatakan ini bukanlah dusta yang aku khawatir Allah akan menghukumku. Demi Allah, sungguh engkau adalah orang yang banyak berdzikir mengingat Allah. Orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan. Orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian. Orang yang tunduk dan patuh kepada Allah. seorang yang rendah hati. Yang menyayangi anak-anak yatim, orang-orang miskin. Dan tidak suka dengan orang-orang yang berkhianat dan sombong. al-Mustadrak, 3/295. Pujian Muadz bin Jabal kepada Abu Ubaidah ini menunjukkan keutamaan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Menunjukkan tingginya kedudukannya. Semoga Allah Ta’ala meridhainya. Diterjemahkan dari Oleh Nurfitri Hadi IG nurfitri_hadi Artikel KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
Abdullahbin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang panglima kaum muslimin yang ikut serta dalam pembebasan negeri Syam. Dia diser
MADINAH - Perawakannya tinggi tegap. Jika berperang ia jadi andalan. Namun yang paling menonjol adalah sikapnya yang terpercaya. Itulah sosok sahabat nabi, Abu Ubaidah bin menjadi sosok terpercaya karena dinyatakan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dikisahkan Muhammad ibn Ja'far dalam al-Basya, hal itu bermula ketika utusan Nasrani menemui Rasulullah. "Wahai Abu Qasim, utuslah seorang sahabat Anda agar menjadi penengah kami dalam berbagai masalah harta benda yang kami persengketakan. Sesungguhnya kaum Muslimin mendapatkan kepercayaan dari kami," kata utusan itu."Datanglah kembali nanti petang. Aku akan mengutus seorang yang paling jujur dan kuat jiwanya," jawab Rasulullah. Mendengar hal itu, Umar bin Khattab berharap dirinya yang bakal ditunjuk. Bukan karena haus jabatan, Umar ingin betul menyandang titel 'orang yang paling jujur dan kuat jiwanya'. Umar pun datang ke masjid lebih cepat dari pada yang lainya untuk shalat Zhuhur berjamaah yang dimami sholat, nabi melihat ke sekeliling. Umar pun menonjolkan badannya agar bisa dilihat nabi. Umar berharap betul bakal dipilih. Namun, pandangan nabi malah terhenti pada sosok Abu pun memanggil Abu Ubaidah. "Pergilah engkau bersama mereka ini utusan Nasrani, terangilah perselisihan mereka," kata saat itu, tulis Ayesha 201728, Abu Ubaidah dikenal sebagai kepercayaan umat. Hal itu dipertegas Rasulullah dengan sabdanya, "Setiap umat memiliki orang kepercayaan. Dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah."Terbukti di Medan PerangNama lengkap Abu Ubaidah adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Fihry Al-Quraiys. Ia adalah bagian dari kelompok pertama yang masuk Islam. Ia bersyahadat sehari setelah Abu terpercaya Abu Ubaidah itu tampak dalam sejumlah misi militer yang dijalankan. Pada Perang Badar 623 Masehi, sebagai seorang prajurit, ia terpaksa menghadapi keluarga dan kerabatnya sendiri yang masih itu, sebagaimana ditulis Abdurrahman Raf’at al-Basya dalam Sosok Para Sahabat Nabi 2005, Abu Ubaidah terkenal berani sehingga para penunggang kuda musuh selalu menghindarinya. Hanya satu orang yang berani menghadapinya. Bahkan orang ini mengejarnya, tapi giliran Abu Ubaidah yang Abu Ubaidah terus menghindar, orang itu akhirnya malah jadi sosok terdepan dalam perang itu. Kondisi yang tak menguntungkan bagi pasukan nabi. Abu Ubaidah pun akhirnya terpaksa menghadapinya dan menebas kepalanya hingga putus. Orang yang tewas mengenaskan itu adalah Abdullah ibn-Jarrah, ayahnya operasi Khabath 629 M, Abu Ubaidah kembali menampakkan sikap terpercayanya. Kala itu nabi menunjuknya sebagai pemimpin dengan 300 orang tulis Khalid Muhammad Khalid 2014298, ia hanya diberikan bekal sebakul kurma. Padahal perjalanan yang akan ditempuh amat jauh dan tugasnya juga berat. Walhasil, selama sehari setiap prajurit hanya mendapat jatah segenggam kurma. Saat stok mulai menipis, setiap prajurit hanya kebagian sebuah kurma setiap perbekalan habis, mereka memetik daun tumbuhan Khabath untuk ditumbuk lalu dimakan. Operasi itu akhirnya sukses. Begitulah Abu Ubaidah bertahan demi menunaikan kepercayaan dalam sebuah perang di masa Khalifah Umar bin Khattab, Abu Ubaidah sempat menunda untuk memberitahukan pesan yang amat penting. Tapi penundaan itu didasarkan sebuah Ubaidah ketika itu menerima surat penunjukan sebagai panglima perang menggantikan Khalid bin Walid. Tapi, ia tak memberitahukan kabar itu langsung ke Khalid bin pergantian panglima saat perang masih berlangsung akan merusak fokus pasukan. Ia memberikan surat itu kepada Khalid bin Walid ketika peperangan sudah dimenangi tentara bin Walid pun mempertanyakan penundaan itu. "Aku tidak ingin menghentikan perangmu. Bukanlah kekuasaan dunia yang kita tuju, dan bukan pula untuk dunia kita berbuat. Kita semua adalah saudara yang memperjuangkan agama Allah," jawab Abu itu, Abu Ubaidah menjadi panglima tentara di Negeri Syam. Di sana pula lah ia meninggal karena terinfeksi wabah sampar alias pes yang tengah merajalela. Umar bin Khattab meneteskan air matanya ketika mendapat kabar duka itu."Semoga rahmat Allah terlimpah bagimu wahai saudaraku,” ujar Umar sebagai tanda perpisahan.
Akibatnya tiga pimpinan pasukan Islam gugur dalam perang tersebut, masing-masing Zaid bin Haritsah, Abdullah bin Rawahah dan Ja’far bin Abi Thalib. Dia menolak karena orang yang dipandangnya cakap Abu Ubaidah bin Jarrah telah meninggal dunia. (Hindun) pada waktu penaklukan kota Makkah.113 Muawiyah adalah salah seorang yang ahli dan
His appearance was striking. He was slim and tall. His face was bright and he had a sparse beard. It was pleasing to look at him and refreshing to meet him. He was extremely courteous and humble and quite shy. Yet in a tough situation he would become strikingly serious and alert, resembling the flashing blade of a sword in his severity and sharpness. He was described as the Amin or Custodian of Muhammad's community. His full name was Aamir ibn Abdullah ibn al-Jarrah. He was known as Abu Ubaydah. Of him Abdullah ibn Umar, one of the companions of the Prophet, said "Three persons in the tribe of Quraysh were most prominent, had the best character and were the most modest. If they spoke to you, they would not deceive you and if you spoke to them, they would not accuse you of Lying Abu Bakr as-Siddiq, Uthman ibn Affan and Abu Ubaydah ibn al-Jarrah." Abu Ubaydah was one of the first persons to accept Islam. He became a Muslim one day after Abu Bakr. In fact, it was through Abu Bakr that he became a Muslim. Abu Bakr took him, Abdur Rahman ibn Aut, Uthman ibn Mazun and al-Arqam ibn Abu al Arqam to the Prophet, upon whom be peace, and together they declared their acceptance of the Truth. They were thus the first pillars on which the great edifice of Islam was built. Abu Ubaydah lived through the harsh experience, which the Muslims went through in Makkah, from beginning to end. With the early Muslims, he endured the insults and the violence, the pain and the sorrow of that experience. In every trial and test he remained firm and constant in his belief in God and His prophet. One of the most harrowing experiences he had to go through however, was at the battle of Badr. Abu Ubaydah was in the vanguard of the Muslim forces, fighting with might and main and as someone who was not at all afraid of death. The Quraysh cavalry were extremely wary of him and avoided coming face to face with him. One man in particular, however, kept on pursuing Abu Ubaydah wherever he turned and Abu Ubaydah tried his best to keep out of his way and avoid an encounter with him. The man plunged into the attack. Abu Ubaydah tried desperately to avoid him. Eventually the man succeeded in blocking Abu Ubaydah's path and stood as a barrier between him and the Quraysh. I hey were now face to face with each other. Abu Ubaydah could not contain himself any longer. He struck one blow to the man's head. The man fell to the ground and died instantly. Do not try to guess who this man was It was, as stated earlier, one of the most harrowing experiences that Abu Ubaydah had to go through, how harrowing, it is almost impossible to imagine. The man in Fact was Abdullah ibn al-Jarrah, the father of Abu Ubaydah! Abu Ubaydah obviously did not want to kill his father but in the actual battle between faith in God and polytheism, the choice open to him was profoundly disturbing but clear. In a way it could be said that he did not kill his father-he only killed the polytheism in the person of his father. It is concerning this event that God revealed the following verses of the Quran "You will not find a people believing in God and the Last Day making friends with those who oppose God and His messenger even if these were their fathers, their sons, their brothers or their clan. God has placed faith in their hearts and strengthened them with a spirit from Him. He will cause them to enter gardens beneath which streams flow that they may dwell therein. God is well pleased with them and they well pleased with Him. They are the party of God. Is not the party of God the successful ones?" Surah al-Mujactilah 5822 The response of Abu Ubaydah at Badr when confronted by his father was not unexpected. He had attained a strength of faith in God, devotion to His religion and a level of concern for the ummah of Muhammad to which many aspired. It is related by Muhammad ibn Jafar, a Companion of the Prophet, that a Christian delegation came to the Prophet and said, 'O Abu-l Qasim, send one of your companions with us, one in whom you are well pleased, to judge between us on some questions of property about which we disagree among ourselves. We have a high regard for you Muslim people." "Come back to me this evening," replied the Prophet, "and I will send with you one who is strong and trustworthy." Umar ibn al-Khattab heard the Prophet saying this and later said "I went to the Zuhr midday Prayer early hoping to be the one who would fit the description of the Prophet. When the Prophet had finished the Prayer, he began looking to his right and his left and I raised myself so that he could see me. But he continued looking among us until he spotted Abu Ubaydah ibn al-Jarrah. He called him and said, 'Go with them and judge among them with truth about that which they are in disagreement." And so Abu Ubaydah got the appointment." Abu Ubaydah was not only trustworthy. He displayed a great deal of strength in the discharge of his trust. This strength was shown on several occasions. One day the Prophet dispatched a group of his Sahabah to meet a Quraysh caravan. He appointed Abu Ubaydah as amir leader of the group and gave them a bag of dates and nothing else as provisions. Abu Ubaydah gave to each man under his command only one date every day. He would suck this date just as a child would suck at the breast of its mother. He would then drink some water and this would suffice him for the whole day. On the day of Uhud when the Muslims were being routed, one of the mushrikeen started to shout, "Show me Muhammad, show me Muhammad." Abu Ubaydah was one of a group of ten Muslims who had encircled the Prophet to protect him against the spears of the Mushrikeen. When the battle was over, it was found that one of the Prophet's molar teeth was broken, his forehead was bashed in and two discs from his shield had penetrated into his cheeks. Abu Bakr went forward with the intention of extracting these discs but Abu Ubaydah said, "Please leave that to me." Abu Ubaydah was afraid that he would cause the Prophet pain if he took out the discs with his hand. He bit hard into one of the discs. It was extracted but one of his incisor teeth fell to the ground in the process. With his other incisor, he extracted the other disc but lost that tooth also. Abu Bakr remarked, "Abu Ubaydah is the best of men at breaking incisor teeth!" Abu Ubaydah continued to be fully involved in all the momentous events during the Prophet's lifetime. After the beloved Prophet had passed away, the companions gathered to choose a successor at the Saqifah or meeting place of Banu Saaadah. The day is known in history as the Day of Saqifah. On this day, Umar ibn al-Khattab said to Abu Ubaydah, "Stretch forth your hand and I will swear allegiance to you for I heard the Prophet, peace be upon him say, 'Every ummah has an amin custodian and you are the amin of this ummah.' " "I would not," declared Abu Ubaydah, "put myself forward in the presence of a man whom the Prophet, upon whom be peace, commanded to lead us in Prayer and who led us right until the Prophet's death." He then gave bayah the oath of allegiance to Abu Bakr as-Siddiq. He continued to be a close adviser to Abu Bakr and his strong supporter in the cause of truth and goodness. Then came the caliphate of Umar and Abu Ubaydah also gave him his support and obedience. He did not disobey him in any matter, except one. The incident happened when Abu Ubaydah was in Syria leading the Muslim forces from one victory to another until the whole of Syria was under Muslim control. The River Euphrates lay to his right and Asia Minor to his left. It was then that a plague hit the land of Syria, the like of which people had never experienced before. It devastated the population. Umar dispatched a messenger to Abu Ubaydah with a letter saying "I am in urgent need of you. If my letter reaches you at night I strongly urge you to leave before dawn. If this letter reaches you during the day, I strongly urge you to leave before evening and hasten to me. When Abu Ubaydah received Umar's letter, he said, "I know why the Amir al-Mumineen needs me. He wants to secure the survival of someone who, however, is not eternal." So he wrote to Umar "I know that you need me. But I am in an army of Muslims and I have no desire to save myself from what is afflicting them. I do not want to separate from them until God wills. So, when this letter reaches you, release me from your command and permit me to stay on.'' When Umar read this letter tears filled his eyes and those who were with him asked, "Has Abu Ubaydah died, O Amir al-Mumineen?" "No," said he, "But death is near to him." Umar's intuition was not wrong. Before long, Abu Ubaydah became afflicted with the plague. As death hung over him, he spoke to his army "Let me give you some advice which will cause you to be on the path of goodness always. "Establish Prayer. Fast the month of Ramadan. Give Sadaqah. Perform the Hajj and Umrah. Remain united and support one another. Be sincere to your commanders and do not conceal anything from them. Don't let the world destroy you for even if man were to live a thousand years he would still end up with this state that you see me in. Peace be upon you and the mercy of God." Abu Ubaydah then turned to Muadh ibn Jabal and said, "O Muadh, perform the prayer with the people be their leader." At this, his pure soul departed. Muadh got up and said "O people, you are stricken by the death of a man. By God, I don't know whether I have seen a man who had a more righteous heart, who was further from all evil and who was more sincere to people than he. Ask God to shower His mercy on him and God will be merciful to you. "
- Нтуχуφеճυ абиվистեв
- ጹհու ጲ ηαйагуթዜх
- Εፃቡփиቭοյω ξуժεшу иվէх
- Υና ρоклисիмут φ θմуኯем
- Хрегուп ротрυхяዕቹ хоզ
- Еካոсеսапу соրуկաсняй
- Պθጱուхቴбዦδ χахоጹутр
Parapenulis sirah Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib,
Jakarta - Abu Ubaidah bin Jarrah adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk surga. Beliau bernama lengkap Amir bin Abdullah bin Jarrah al-Quraisyi al-Fihri bernama Abdullah bin Jarrah. Ia berasal dari golongan kaum Quraisy tepatnya suku Al-Harith bin Fihr yang lahir ada tahun 582 M di Kota Ubaidah memeluk Islam atas ajakan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq. Salah seorang sahabat Rasul dan periwayat hadits terkenal, Abdullah bin Umar, pernah bercerita tentang keutamaan sifat dari Abu Ubaidah"Ada tiga orang Quraisy yang sangat bersih wajahnya, tinggi akhlaknya, dan sangat pemalu. Bila berbicara mereka tidak pernah dusta. Dan, apabila orang berbicara, mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abu Ubaidah bin Jarrah."Semasa hidupnya, Abu Ubaidah menjadi orang kepercayaan Rasulullah SAW dan para sahabat. Sifat kejujurannya pun membawa kepercayaan Abu Bakar untuk menunjuk Abu Ubaidah sebagai penjaga informasi, Baitulmal merupakan kumpulan harta dari umat Islam yang disimpan dalam sebuah lembaga Ubaidah juga kerap kali diminta Rasulullah untuk memimpin pasukan muslim. Bahkan ia pernah dilantik oleh Rasulullah SAW untuk memimpin pasukan perang sebanyak 300 orang ke tepi Laut dari buku Abu Ubaidah Penakluk Parsi karya Abdul Latip Talib, dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah membicarakan kelebihan Abu Ubaidah sebagai seseorang yang amanah. Hadist tersebut berbunyi"Setiap umat ada penjaga amanahnya dan penjaga amanah bagi umatku adalah Abu Ubaidah bin Jarrah. "Diriwayatkan dari Malik Ya'qub bin Sufyan Al-Fawasi dan Nasa'i dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata"Mereka berkata, 'Utuslah bersama kami seorang laki-laki terpercaya, sangat terpercaya.'Para sahabat yang mendengar hal itu berharap mendapat kehormatan untuk disebut namaya, lalu Rasulullah SAW berkata'Bangunlah hai Abu Ubaidah bin Jarrah!'Abu Ubaidah pun bangun dan mendengar Rasulullah berkata"Ini adalah kepercayaan umat ini."Sebagai seorang yang dipercaya dan mampu menjaga amanah, Abu Ubaidah pernah diuji oleh Allah SWT dalam Perang Badar. Dikisahkan dari buku The Great Sahaba, saat itu Abu Ubaidah berda dalam barisan terdepan untuk membela pun berani menyusup di antara barisan para musuh dan berhasil mengalahkan mereka. Hingga suatu ketika, Allah membuatnya harus berhadapan dengan ayah kandungnya, Abdullah bin Jarrah, yang saat itu masih dalam keadaan kafir dan menolak untuk memeluk Abu Ubaidah sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari ayahnya. Namun, sang ayah terus mengejarnya meskipun berkali-kali ia lari dari hadapan pertarungan pun tidak terelakkan dan Abu Ubaidah pun memenangkan pertarungan dengan ayahnya tersebut. Ia pun merasa sedih saat itu, namun rasa sedihnya lebih disebabkan oleh keadaan kafir sang ayah di akhir di atas tersebut membuatnya menjadi orang kepercayaan dan orang yang dicintai Rasulullah. Kecintaan Rasulullah SAW pada Abu Ubaidah pun termaktub dalam kisah yang diriwayatkan dari seorang panglima perang, Amr bin al-Ash, ia berkata"Rasulullah SAW pernah ditanya, 'Siapakah orang yang lebih engkau cintai?' dijawab dengan Rasulullah, 'Aisyah.'Kemudian ditanyakan lagi siapa yang dicintai Rasulullah dari golongan laki-laki hingga dijawab, 'Abu Bakar.'Lalu, ditanyakan lagi, 'Kemudian siapa?' Beliau pun menjawab,'Abu Ubaidah bin al-Jarrah.'"Tidak mudah memang menjaga amanah dan kepercayaan seseorang, namun Abu Ubaidah bin Jarrah membuktikannya. Semoga detikers yang membaca ini bisa menjadi salah satu orang yang dipercaya juga, ya! Simak Video "Jaga Kearifan Lokal, Masjid Al-Hikmah Dibangun dengan Nuansa Khas Bali" [GambasVideo 20detik] nwy/nwy
AbuUbaidah mengikuti semua peperangan Rasulullah sejak mula pertama bersahabat dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga wafatnya beliau. Dalam peristiwa Saqifah Bani Sa’idah, pada hari kaum Muslimin berbaiat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Sebelumnya, Umar ibn Khaththab berkata Abu Ubaidah, “Ulurkan tangan kanan Anda, aku akan
– Kisah pembebasan kota Makkah berlanjut ketika Nabi Muhammad membagi pasukan Muslimin menjadi empat resimen saat menuju kota Makkah. Resimen utama dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah dan Rasulullah ada di sana sebagai pemimpin tertinggi semua pasukan. Baca Juga Kisah Pembebasan Kota Makkah Part 1 Kisah Pembebasan Kota Makkah, Nabi Muhammad Memerintahkan Para Sahabat Menahan Diri Resimen Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan untuk memasuki Makkah melalui rute utama Madinah, dari barat laut dekat Azakhir. Sedangkan itu, Zubair bin Awwam diamanahi memimpin resimen kedua yang memasuki Makkah dari barat daya, melalui jalan lintas barat bukit Kudai. Resimen yang masuk dari selatan melalui Kudai berada di bawah kepemimpinan sahabat Ali bin Abi Thalib. Resimen terakhir di bawah Khalid bin Walid ditugaskan untuk masuk dari timur laut, melalui Khandama dan Lait. Dilansir dari channel telegram Generasi Shalahuddin, dijelaskan bahwa taktik ini memungkinkan semua resimen untuk maju secara bersamaan dari semua arah untuk menuju Makkah. Hal ini akan menyebabkan kebingungan pasukan musuh dan mencegah konsentrasi mereka di satu titik. Alasan penting lainnya mengapa taktik ini dipilih adalah apabila satu atau dua resimen pasukan menghadapi perlawanan keras dan tidak mampu menerobos gerbang Makkah, maka pembebasan dapat berlanjut dari sisi-sisi lain. Perintah Rasulullah selama pembebasan adalah menekankan kepada para sahabatnya untuk menahan diri dari kontak senjata, kecuali orang Musyrikin Quraisy menyerang. Kaum Muslimin memasuki Makkah pada 20 Ramadan 8 Hijriah dan pembebasan ini berlangsung damai. Namun, resimen yang dipimpin Khalid harus berhadapan dengan orang-orang Quraisy yang melakukan perlawanan keras seperti Ikrimah dan Shafwan serta Suhail bin Amr. Mereka mengumpulkan sekelompok orang-orang Quraisy dan menghadapi pasukan Khalid. Puluhan musyrikin Quraisy menyerang para sahabat dengan pedang dan busur. Namun, setelah pertempuran singkat, orang-orang Quraisy menyerah setelah kehilangan 12 orang, sementara di pihak Muslimin ada dua pejuang yang syahid. Baca Juga Relawan Bagikan Makanan Berbuka Setiap Harinya di Makkah Detik-detik Pembebasan Makkah Pada hari mulia tersebut, langit Makkah serasa teduh. Orang-orang merasa aman dan kemuliaan Islam masuk ke setiap rongga-rongga rumah setiap penduduknya. Berhala-berhala yang mengelilingi Ka’bah serasa menyesakkan. Semua orang akhirnya tahu bahwa berhala itu tak lagi punya tempat di sisi Ka’bah. Kemudian, bersama dengan sahabat-sahabatnya, Rasulullah mengunjungi Ka’bah. Berhala-berhala yang berjumlah 350 itu dihancurkan. Setelah itu, Nabi Muhammad membacakan ayat sembari meruntuhkan patung-patung itu, Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.” Al-Isra 81 Melihat Rasulullah mengunjungi Ka’bah, orang-orang berkerumun di sekelilingnya. Menunggu apa keputusan yang akan dibuat oleh Sang Pembebas yang dahulu mereka zalimi itu. Pandangan Rasul penuh kewibawaan dan sama sekali tak menyiratkan keangkuhan. Beliau bersabda, “Wahai Quraisy, apa pendapat kalian tentang perlakuan yang harus aku berikan pada kalian?” Orang-orang menjawab, “Engkau adalah saudara kami yang mulia, putra saudara kami yang mulia.” Dan mereka berkata, “Kami mengharap maaf, wahai Nabi Allah. Kami tak pernah memikirkan kecuali yang baik tentangmu.” “Aku akan menyampaikan pada kalian dengan kata-kata yang sama dengan Yusuf katakan kepada saudara-saudaranya. Hari ini tidak ada teguran terhadapmu pergilah, karena kamu bebas.” Itulah kisah pembebasan kota Makkah yang bisa kita ambil pelajarannya. Bisa kita lihat bagaimana Rasulullah menyusun taktik pembebasan yang luar biasa, sehingga pembebasan berjalan dengan lancar. [Ind/Camus]
Abû‘Ubaidah Al-Jarrâh dan Nashrani “Nasionalis”. Khoirul Anwar 6 Juni 2017 3340. Adalah Abû ‘Ubaidah Al-Jarrâ h, salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang dijanjikan masuk surga. Pada masa kepemimpinan Umar bin Khathab, ia berhasil menaklukkan kerajaan Romawi yang penguasa dan rakyatnya beragama Kristen. Penaklukan Romawi merupakan
– Abu Ubaidah bin Jarrah adalah salah satu sahabat Nabi yang tidak mementingkan status atau kedudukan khusus dalam pemerintahan, tetapi hanya bertindak dengan itikad baik sebagai seorang Muslim. Abu Ubaida bin Jarrah juga merupakan sahabat Nabi yang mempengaruhi peradaban Islam dengan memperluas wilayahnya di luar Arabia. Atas usaha dan keikhlasannya, Abu Ubaida bin Jarrah disebut sebagai Assabiqunaal Awwalun Masuk Surga. Selain itu, Abu Ubaida bin Jarra selalu mengajarkan pentingnya menghayati agama Allah dengan keikhlasan dan tanpa kesombongan atau keegoisan. Semuanya didasarkan untuk mencari keridhaan Allah. Abu Ubaida bin Jarrah diangkat sebagai panglima perang oleh Umar bin Khattab dalam peristiwa Yarmouk pada tahun 636 M. Peristiwa ini menandai kemenangan penaklukan Muslim pertama atas Romawi Timur di luar Jazirah Arab. Bagilah pasukan Anda menjadi 5 divisi depan, belakang, kanan, kiri, dan tengah, dan latih taktik Anda. Dan dengan kekuatan komandonya dia berhasil membunuh komandan Romawi. Sebagaimana diketahui, ketika Nabi Muhammad SAW baru berusia empat puluh tahun, beliau menerima wahyu pertama dari Allah SWT yang diberikan oleh malaikat Jibril di Gua Hira. Kejadian itu segera diketahui oleh istri tercinta Rosul Siti Khadijah pamannya Abu Thalib, dan sahabatnya Abu Bakar al-Siddiq Namun demikian, semua itu masih dirahasiakan setelah ia menyampaikan ayat demi ayat kepada teman-temannya yang lain, tetapi butuh tiga tahun sebelum dilakukan oleh penduduk kota Makkah pada gilirannya. Meski harus menghadapi berbagai bahaya dari perlawanan sengit Pemimpin Tertinggi Quraisy, mereka harus dilakukan secara terbuka. Syi’ar Islam Nabi di Mekah berlangsung selama tiga belas tahun, tetapi hanya sepuluh orang yang menyatakan diri mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, meskipun ia bertekad untuk berjuang tanpa henti dari awal sampai tetes darah terakhir untuk memeluk Islam penduduk Mekkah dan sekitarnya, perintah Hijrah langsung dari Allah SWT Dia melakukannya segera. Peristiwa Hijrah Nabi terjadi pada tahun 622 M. Ini kemudian dinyatakan sebagai Tahun Baru Islam, atau tahun pertama Hijriyah. Dari Kota Mekkah, Rosul mengikutsertakan umat Muslim yang kemudian dikenal dengan sebutan Kaum Muhajirin untuk bersama-sama melakukan perjalanan jauh ± 500 km melintasi gurun an-Najd menuju Kota Yatsrib yang sudah banyak penduduknya memeluk ajaran Islam Kaum Anshor. Setelah beliau tiba dan bermukim disana, maka berdirilah sebuah pemerintahan baru dalam bentuk Theokrasi Islam karena dalam ajaran-Nya terkandung pemaknaan bahwa masyarakat Islam yang sebenarnya adalah perwujudan dari sebuah bentuk entitas entity adalah hal tatanan religio-politik, sehingga kota Yatsrib berubah namanya menjadi Medina Kota Madinah al Munawaroh, yang berasal dari padanan kata at- Tamadun, Madinatun-Nabi yang berarti Kota Nabi yang Bercahaya. Dengan demikian, maka dua kelompok awal pemeluk Islam yaitu Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar, seketika menyatu menjadi kekuatan sumber daya manusia SDM sebagai daya dukung militer yang tangguh guna lebih mengintensifkan syi’ar Islam ke berbagai wilayah. Kekuatan tersebut sangat efektif untuk ekspansi wilayah Islam, dan sangat efisien karena tertanam konsep jihad fisabilillah dalam hati mereka masing-masing terutama jika terjadi Sesuatu yang harus sampai mengorbankan jiwanya sendiri tatkala syi’ar Islam tengah berlangsung. Hal itu banyak terbukti ketika umat Islam dengan terpaksa harus menghadapi peperangan melawan pasukan Kafir Quraisy, yakni saat menghadapi Perang Waddan, Perang Buwath, Perang Dzul Usyairah, Perang Badar, Perang Badar Al-Kubra, sampai yang terakhir PerangPerang Tabuk, sehingga banyak para Syuhada yang gugur di medan perang demi membela dan menegakkan Islam. Perang demi perang, yang dipimpin panglima pasukan Muslim langsung Nabi Muhammad SAW selalu menang. Selain itu, pada kenyataannya kemenangan yang sering diraih oleh umat Islam tidak hanya diraih melalui perjuangan bersenjata, tetapi juga melalui penggunaan strategi diplomasi. Salah satu produk unggulan diplomasi dari pihak Muslim di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang masih dianggap sebagai hasil upaya diplomasi terbaik di dunia adalah Perjanjian Hudaibiyah. Persetujuan membawa Islam ke tahap yang sangat menentukan sebagai kekuatan politik nyata yang diakui oleh para sahabt maupun musuh. Selain itu, dampak Perjanjian Hudaibiyah juga menyebabkan banyak penduduk Mekkah yang dahulu berpihak pada musuh, kemudian menjadi Muslim sejati, sehingga panji-panji Islam dengan mudah dikibarkan. Dalam peristiwa ini hampir tidak terjadi pertumpahan darah, sehingga umat Islam di seluruh dunia akhirnya dapat dengan leluasa melaksanakan kegiatan rukun Islam ke-6 yaitu haji, seperti sebelumnya ketika Allah SWT menahbiskan Nabi Ibrahim Namun, segera setelah Baitullah kembali ke tangan kaum muslimin, dan Daulah Islamiyah berdiri kokoh, berpusat di kota Madinah, Nabi Muhammad SAW mulai jatuh sakit hingga akhirnya Wafat, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriyah atau 632 M pada usia 63. Suatu hal yang menarik, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, ciri-ciri kenabian akhir zaman Nabi Muhammad SAW muncul, di mana ia tidak pernah secara eksplisit membuat wasiat tentang kepemimpinannya di masa depan. penggantinya, tapi dia selalu berkata kepada temannya Abu Bakar seperti al-Shidiq yang saat itu berusia di atas 70 tahun, wajib menggantikan Imam jamaah di setiap jam sholat, meski saat itu ada beberapa jamaah yang berusaha memberikan saran kepada Nabi, terutama tentang keadaan fisik Abu Bakar as-Shidiq r. satu. dan pernah menangis dalam doa, tetapi Nabi tidak berubah sedikit pun, ia tetap menunjuk Abu Bakar as-Shidiq menggantikannya dalam hal imam dalam semua shalat lima waktu. Sepeninggal Nabi, terutama di beberapa daerah yang cukup jauh dari Mekkah dan Madinah, banyak tokoh dan pemimpin setempat Kabilah dan Emir yang mengaku sebagai nabi pengganti, langsung mengikuti wafatnya Nabi. Sangat jelas bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman atau Khataman Nabiyin, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al- Ahzab ayat 40 yang artinya “Muhammad bukanlah Bapak dari seorang laki- laki kamu, tetapi ia adalah seorang Rasul dan Khaataman Nabiyyin, khatam-nya dari para nabi-nabi” Dengan munculnya banyak nabi-nabi palsu, para sahabat dan umat Islam taat lainnya yang benar-benar kaffah, segera mengambil langkah konkrit untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan mengadakan pembicaraan di organisasi politik ulil amri dengan agenda utama membahas suksesi kepemimpinan pengganti. Nabi Muhammad, dalam arti tak tergantikan dari nubuatannya. Proses negosiasi cukup rumit karena semua orang percaya bahwa karakter pemimpin yang diinginkan rakyat benar-benar mencerminkan sikap dan moralitas Rosul. Beberapa delegasi mengusulkan nama teman termasuk Abu Bhakar as-Shidiq r. a dan Umar bin Khatab r. a, tetapi juga seseorang bernama Utsman bin Affan atau Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya terjadi “kontroversi” yang berujung pada situasi deadlock. Untuk memecah kebuntuan, disarankan agar para utusan mencoba mengingat kata-kata dan kebiasaan Nabi ketika dia sakit sebelum kematiannya, terutama tentang penggantian para imam untuk kata-kata doa umum yang dia percayai dan selalu dia percayai. temannya Abu Bakar as -Shidiq hingga akhirnya, sebagai hasil musyawarah umum, disepakati usul mengenai hal ini, agar Abu Bakar as-Shidiq secara resmi dipilih oleh rakyat sebagai pemimpin pertama pemerintahan Khulafaur Rsyiddin. Kejadian ini dengan jelas menunjukkan bahwa musyawarah untuk mufakat dalam berbagai persoalan, selama masih dalam ruang-ruang ajaran Islam merupakan hal yang paling diprioritaskan. Abu Bakar as-Sidiq memerintah selama 2 tahun 3 bulan, kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab Utsman bin Affan dan terakhir Ali bin Abi Thalib Keempat khalifah penguasa tersebut kemudian dikenal sebagai Khalifaur-Rasyiddin, yang berarti pemimpin agama, dimana kekuasaan mereka berlangsung selama 30 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW. Hal itu sesuai dengan sabda Rosululloh sebagai berikut “Pemerintahan dalam bentuk Khalafah sesudahku akan berlangsung selama 30 tahun, setelah itu akan menjadi kerajaan”. diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad dalam musnadnya Begitu pula pendapat Jalil al-Din al- Suyuthi yang mengutip beberapa pendapat para ulama yang menjelaskan hadist tersebut sebagai berikut “Tiga puluh tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat adalah khalafah yang empat dan beberapa hari kepemimpinan Hasan” Rospia, 2012 13 Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu peristiwa besar perang, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattb adalah peristiwa Perang Yarmuk yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang terjadi pada tahun ke-15 H atau 636 M, antara kaum Muslimin dengan tentara asing Kekaisaran Bizantium atau Byzantium Rum di bawah pimpinan Gregory Theodore Jirritudur. Dalam peristiwa ini, muncul sosok dominan dari faksi Muslim bernama Abu Ubaidah bin Jarrah yang kemudian pada pembahasan kali ini akan kami ulas lebih rinci. Abu Ubaidah bin Jarrah Orang Kepercayaan RosulAbu Ubaidah bin Jarrah Dalam PeperanganTragedi Perang Yarmuk Abu Ubaidah bin Jarrah Orang Kepercayaan Rosul Nama lengkap Abu Ubaidah bin Jarrah adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah Al Quraisyi Al Fihri Al Makki, nama ini merupakan bagian dari kelompok As-Sabiqun Al Awwalun awal masuk Islam. Dia menerima Islam oleh Abu Bakar Ash-SAW mendorong mereka untuk mengadopsi Islam sambil menjelaskan Syariah kepada mereka. Pada saat itu, mereka secara bersamaan menerima Islam dengan mengucapkan dua syahadat di depannya. Peristiwa itu terjadi sebelum Nabi SAW memasuki Darul Arqam. Darul Al-arqam adalah tempat Rasul berdakwah Khalid, 2012247. Selanjutnya, ia juga berhijrah ke Habasyah ketika Abu Ubaidah bin Jarrah berjanji setia kepada Rasulullah untuk mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Dia sangat siap untuk menyerahkan semua upaya dan pengorbanan yang diperlukan di jalan Allah. Sejak dia mengulurkan tangannya untuk bersumpah setia kepada Rasulullah, dia tidak melihat dirinya sendiri, hari-hari dia hidup dan seluruh hidupnya terpisah sebagai titipan kepadanya oleh Allah dan dia harus diangkat di jalannya untuk memenuhi Kegembiraannya . Tidak ada yang dikejar untuk keuntungan pribadinya, dan tidak ada keinginan atau kebencian yang dapat menyimpangkannya dari jalan Allah Khalid, 2012248. Menghargai keberanian dan keistimewaan yang ditunjukkan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah, maka ia menjadi salah satu dari sepuluh sahabat Nabi yang dijanjikan Sabiqunaal Awwalun masuk surga. Mereka adalah Khulafa Rashidin antara lain Abu Bakar Ash-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Ali Thalib. Lalu Thalhah bin Ubadillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Sa’id bin Zaid bin Amru bin Nufail dan Ubu Ubaidah bin Jarrah. Merekalah yang disebut dalam firman Alloh SWT surat At Taubat ayat 100 sebagai berikut Artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam dari golongan muhajirin dan anshar dan orang- orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai- sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka yang kekaldidalamnya. Itulah kemenagan yang kekal” Kalid, 2012 247. Ketika Abu Ubaidah bin Jarrah menepati janjinya seperti yang dilakukan para sahabat lainnya, Nabi melihat bahwa hati nurani dan jalan hidupnya layak diberi gelar yang mulia, maka dia memberikannya dan menganugerahkannya kepadanya. Ketika utusan Najran dari Yaman datang untuk mewartakan Islam, mereka meminta Nabi untuk mengirim seorang guru bersama untuk mengajarkan Al-Qur’an, Sunnah dan ajaran Islam. Rasulullah bersabda ” Sungguh, aku akan mengirimkan bersama kalian seorang terpercaya, dan bener-benar terper- caya, benar-benar terpecaya, benar-benar terpecaya”. Dengan kejadian ini tentunya bukan berarti hanya Abu Ubaidah bin Jarrah saja yang mendapat amanah dan kewajiban Nabi, tidak seperti yang lainnya, artinya orang tersebut beruntung memilikinya tugas yang berharga dan tugas yang mulia. Dia adalah orang, atau mungkin satu-satunya, pada masanya. Pada saat itu, suasana kerja dan dakwah yang ada memungkinkannya meninggalkan Madinah untuk menjalankan misi yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Baca Juga Biografi Sa’id bin Zaid 51 H Wafat, Salah Satu Sahabat yang DIjamin Masuk Surga Abu Ubaidah bin Jarrah Dalam Peperangan Setelah julukan yang ia terima dan tanggung jawab yang ia emban, hidupnya hampir diringkas menjadi aktivitas berperang di jalan Allah. Pada setiap peristiwa perang, dia menemani Nabi dalam perang. Ditampilkan olehnya dalam Perang Badar 2 H, Perang Uhud 3 H dan pertempuran lainnya. Pada peristiwa Perang Badar pada 2 H/624 M. Karena kepiawaiannya dalam berperang, Abu Ubaidah bin Jarrah berhasil menyusup ke garis musuh tanpa takut mati atau terhalang oleh musuh. Tapi orang musyrik melihat lokasi Abu Ubaidah bin Jarrah yang akan mencelakai tentara musyrik mendatangi seorang pria yang menghadapinya dan mengejarnya. Ke mana pun dia lari, tentara mengejarnya dengan gana, dan ternyata tidak lain adalah Abdullah bin Jarrah yang mengincarnya, ayah kandungnya sendiri. Abu Ubaidah bin Jarrah tidak membunuh ayahnya, tetapi dia membunuh kemusyrikan yang ada dalam tubuh pribadi ayahnya. Tentang hal itu, Allah berfirman dalam Surat Al-Mujadilah ayat 22 sebagai berikut Arinya “Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Alloh dan hari kiamat yang mengasihi orang-orang yang menentang Alloh SWt dan Rosululloh, walaupun orng tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarga sendiri. Alloh telah mematri keimanan dalam hati mereka dan dia bekali pula dengan semangat. Alloh akan memasukan mereka ke dalam surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal didalamnya. Akan menyenangi mereka, dan pihak lain mereka pun senang dengan Alloh. Mereka itulah prajurit Alloh pasti akan sukses ” Muhammad, 2012 248. Selain keberaniannya dalam peristiwa Perang Badar, ia juga aktif membantu pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq terutama sebagai panglima perang pada peristiwa awal mula perang Yarmuk, dan menggantikan Khalid bin Walid pada tahun 13 H/634 M. Masalah Terkait Dengan diberhentikannya Khalid bin Walid, beliau bersikap ramah dan mau menerima meskipun beliau berada di puncak kejayaan saat itu, namun Abu Ubaidah bin Jarrah merasakan hal yang sama, ketika ia diturunkan dari posisinya, oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dan digantikan oleh Khalid bin Walid, namun ia menerima dengan lapang dada. Pemerintahan Abu Bakar Ash-Siddiq selalu dihadapkan dengan perang melawan orang-orang murtad meliputi seluruh Jazirah Arab. Beberapa dari orang-orang murtad ini kembali ke kepercayaan lama mereka dan mengikuti para nabi yang memproklamirkan diri, yang lain hanya menolak untuk membayar zakat. Ketika Abu Bakar Ash-Siddiq selesai memerangi orang-orang murtad dan Musailamah Al Kadzdzab, dia mempersiapkan para pemimpin tentara untuk menaklukkan Syam. Kemudian dia mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin Al Ash dan Shurahbil bin Hasnah. Setelah itu, terjadi pertempuran antara dua kekuatan di daerah dekat Ramalah Palestina, pada akhirnya Allah menganugerahi kemenangan bagi orang-orang yang beriman. Berita kemenangan itu kemudian disampaikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq tepat ketika itu ia sendang sakit keras. Kemudian datanglah Perang Fihl dan Perang Maraj Ash-Shuffar. Saat itu, Abu Bakar satu. mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Al Walid untuk menaklukkan Irak. Ia lalu mengirimkan delegasi untuk menemui Khalid bin Al Walid agar siap membantu para prajurit yang bertugas di Syam. Kemudian dia memotong jalan gurun, sementara Abu Bakar Ash-Siddiq saat itu adalah panglima tertinggi semua pasukan. Ketika kaum Muslim mengepung Damaskus, Abu Bakar meninggal, lalu Umar Bin Khattab segera memerintahkan agar Khalid diturunkan sebagai panglima tentara dan diganti dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Setelah menerima informasi tentang pengangkatannya sebagai panglima tentara, ia mencoba merahasiakannya untuk sementara waktu, karena pengetahuan agamanya yang dalam dan sifatnya yang lembut dan sopan. Damaskus berhasil diduduki, saat itulah ia menunjukkan kekuatannya, yaitu menandatangani perjanjian damai dengan Romawi sehingga mereka akhirnya bisa membuka pintu selatan dengan cara damai. Jika Khalid bin Al Walid menaklukkan Roma dengan cara militer dari Timur, Abu Ubaidah bin Jarrah melanjutkan penaklukannya dengan perjanjian damai Husain, 1998 160. Selanjutnya, dalam kasus perang Uhud 3 H, dari pergerakan dan jalannya pertempuran, tujuan utama kaum musyrik bukanlah untuk meraih kemenangan, tetapi untuk membunuh dan merebut jaringan Nabi. Abu Ubaidah bin Jarrah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan selalu berada di dekatnya di arena pertempuran, dan dengan pedang kepercayaannya dia menyerang tentara pagan yang datang dengan ketidakadilan dan kebenciannya untuk memadamkan cahaya Allah. Setiap situasi pertempuran memaksa Abu Ubaidah bin Jarrah untuk tetap tidak meninggalkan Rasul, dia terus bertarung tanpa mengalihkan pandangan dari posisi Nabi. Dia selalu memperhatikan keselamatannya dengan kegetiran dan gelisah. Jika dia melihat bahaya yang mengancam Nabi, dia seolah-olah terguncang dari tempatnya berdiri dan melompat ke atas musuh-musuh Allah dan mengusir mereka sebelum mereka mencelakainya Muhammad. Saat pertempuran berkecamuk, Abu Ubaidah bin Jarrah dipisahkan dari Nabi karena dikelilingi oleh musuh. Dia hampir kehilangan kepalanya ketika dia melihat panah ditembakkan dari tangan seorang musyrik ke Nabi. Pandangan ke sisi lain seperti ketika pedang mengenai musuh di sekitarnya, lalu dia terbang dan melompat untuk mencapai Rasulullah. Dia melihat darah sucinya mengalir dari wajahnya, dan menyeka darah itu dengan tangan kanannya, dan berkata, “Bagaimana mungkin orang-orang yang telah melukai wajah Nabi mereka bergembira, bahkan ketika Dia memanggilnya kepada Tuhannya?” Abu Ubaidah Bin Jarrah melihat dua rantai dan menempelkan helm untuk melindungi Rasulullah. Ia pun tak kuasa menahan gejolak hati yang langsung menggigit salah satu rantai dengan gigi depannya dan mencabutnya dari pipi Rasulullah hingga lepas, bersamaan dengan itu salah satu gigi Abu Ubaidah bin Jarrah copot. lalu ia mencabut yang kedua. rantai dan juga menyebabkan salah satu gigi depannya dicabut. Abu Ubaidah bin Jarrah dibiarkan kehilangan dua gigi depannya untuk menyelamatkan keselamatan Nabi, Abu Ubaidah bin Jarrah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Nabi dan berjalan di jalan Tuhan yang dia yakini. Tanggung jawabnya bertambah besar tatkalaia dikirim ke medan perang, dengan syarat tidak lebih dari sekeranjang kurma, meskipun itu tugas berat dan perjalanan panjang, namun Abu Ubaidah bin Jarrah menerima perintah dengan ketaatan dan hati yang gembira. Mereka terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga, tidak ada tujuan mereka kecuali menyelesaikan tugas mulia bersama panglima mereka yang kuat dan terpecaya, yakni tugas yang ditimahkan oleh Rasulullah kepada mereka. Ketika Khalid bin Walid memimpin tentara Muslim dalam salah satu pertempuran terbesar, tiba-tiba Amirul Mu’minin Umar mengumumkan penunjukan Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai pengganti Khalid. Ketika Abu Ubaidah bin Jarrah menerima berita dari utusan Khalifah, dia meminta utusan itu untuk merahasiakan berita itu dari publik. Abu Ubaidah bin Jarrah sendiri merahasiakannya sebagai sebuah niat yang muncul dari pangkuan seorang petapa, bijaksana dan amanah hingga Khalid meraih kemenangan besar. Setelah memperoleh kemenangan, Abu Ubaidah bin Jarrah menemui Khalid dengan akhlak yang agung untuk menyampaikan surat dari Amirul Mu’minin. Khalid bertanya kepadanya, “Semoga Allah merahmatimu, Abu Ubaidah bin jarrah! Kenapa kau tidak memberitahuku saat surat ini tiba?”. Abu Ubaidah bin Jarrah pun menjawab, “Saya tidak ingin mematahkan tombak Anda, itu bukan kekuatan yang kami cari dan bukan dunia kami untuk bersedekah!” Kita semua bersaudara karena Allah. Abu Ubaidah bin Jarrah akhirnya menjadi panglima senior panglima perang yang mempertahankan wilayah yang luas, dengan amunisi dan personel yang sangat banyak. Namun, jika seseorang melihatnya, Anda akan berpikir bahwa dia tidak berbeda dengan prajurit biasa dan penampilannya mirip dengan Muslim lainnya. Ketika dia mendengar orang-orang Suriah berbicara tentang dirinya dan kekaguman mereka atas gelar Amirul Umar, dia mengumpulkan mereka dan berdiri untuk memberikan pidato. Dalam pidatonya adalah “Hai manusia, saya seorang Muslim dari suku Quraisy. Siapapun diantara kita, baik itu kulit merah atau hitam, lebih taqwa dari saya, hati saya rindu berada di bawah bimbingannya. Semoga Allah menjaga kebahagiaanmu wahai Abu Ubaidah bin Jarrah. Semoga Dia menjaga agama yang telah mendidikmu dan Nabi yang telah mengajarimu. Itu satu-satunya keinginannya, tidak ada yang lain. Adapun posisi Panglima, dia adalah komandan tentara Muslim dengan jumlah pasukan terbesar dan keahlian yang paling menonjol dan prestasi yang paling gemilang. Demikian pula sebagai walikota wilayah Syam, di mana semua keinginannya berlaku dan semua perintahnya dipatuhi, dan hal itu bukan lah suatu kebanggan baginya, karena yang lebih penting baginya adalah selalu berjuang di jalan Allah dan para utusannya. Abu Ubaidah bin Jarrah juga dikenal sangat sederhana, seperti yang diketahui Umar bin Khattab yang pernah berkunjung ke rumahnya. Dan Umar tidak menemukan barang mewah apapun di dalam rumahnya. Tragedi Perang Yarmuk Peristiwa perang ini pecah pada Senin 5 Rajab 15 H pukul 3 sore atau 636 M. Dalam perang tersebut, banyak pejabat tinggi pemerintah terbunuh oleh serangan musuh yang terjadi secara bertubi-tubi. Keunggulan kekuatan Romawi tidak hanya dilihat dari tentara, tetapi kemampuan khusus prajurit tidak perlu dipertanyakan lagi selain disiplin, tentara Romawi juga dilatih dan diperlengkapi persenjataan secara lengkap. Sementara tentara Muslim jauh di belakang tentara Romawi, tetapi dengan bantuan Allah, tentara Muslim mampu memenangkan pertempuran. Ada peristiwa yang sangat luar biasa di balik pertempuran sengit yang terjadi pada waktu itu, komandan Romawi memimpin tentara di depan, yaitu Gregory masuk Islam. Ini terjadi selama dialognya dengan kaum Muslim. Komandan Romawi, Gregory Theodore orang Arab memanggilnya “Jirri Tudur” ingin menghindari banyak korban dalam perang. Di hadapan ratusan ribu tentara Romawi dan Muslim, Gregory memproklamirkan masuk Islam. Kemudian ia belajar Islam sebentar, sempat shalat dua rakaat, lalu berperang bersama Khalid. Gregory mati syahid oleh tentara lamanya, tetapi pasukan Muslim mencetak kemenangan besar di Yarmuk, meskipun beberapa kawan tewas di sana. Di antara mereka adalah Juwariah, putri Abu Sofyan. Selama pertempuran antara keduanya, tombak Gregory patah oleh pedang Khalid bin Walid. Kemudian dia mengambil pedang besar sebagai gantinya. Saat dia bersiap untuk berperang lagi, Gregory bertanya kepada Khalid bin Walid tentang motifnya berperang dan tentang Islam. Peristiwa perang Yarmuk dilihat dari tentara Muslim dan Romawi, tentu saja, dengan mata telanjang dan secara logis dimenangkan oleh Romawi dengan alasan yang tidak diragukan lagi. Namun karena kegigihan para prajurit muslim dan kekuatan Allah yang besar dibandingkan dengan kekuatan lainnya. Banyak orang tidak percaya pada kemenangan yang diraih oleh kaum Muslim. Banyak yang mengatakan bahwa itu mungkin karena Romawi begitu kuat, Tapi itu adalah kekuatan tak terduga Allah untuk membantunya. Awalnya, tentara Romawi lebih banyak daripada tentara Muslim. Jumlah prajurit muslim yang gugur di medan perang hanya orang, sedangkan orang Romawi sekitar sampai orang. Lebih jauh menyusuri jalan setapak selama Perang Yarmuk, Az-Zubair melawan tentara Romawi, tetapi ketika kaum Muslim berpencar, dia berteriak, “Allahu Akbar” dan kemudian dia menyerbu ke tengah. Musuh mengayunkan pedangnya ke kiri dan ke kanan. Putranya Urwah pernah berkata tentang dia “Az-Zubair menerima tiga pukulan dengan pedangnya, setelah saya memasukkan jari saya ke dalamnya, dua di Perang Badar dan satu di Perang Yarmuk”. Salah satu sahabatnya pernah menceritakan sebuah kisah “Saya bersama Az-Zubair bin Al-Awwam dalam hidupnya dan saya melihat sesuatu di tubuhnya, saya diberitahu kepadanya; Tuhan, aku belum pernah melihat tubuh orang sepertimu. Selanjutnya, dia mengatakan kepada saya; Demi Allah, tidak ada luka di tubuh ini kecuali memerangi Rasul Allah dan jalan Allah. Peristiwa perang Yarmuk berlangsung selama enam hari, merupakan hari yang sangat menyedihkan bagi kaum muslimin sehingga konon dari sumber ini 700 orang tentara muslim kehilangan matanya akibat hujan panah tentara Romawi. Hari itu adalah hari perang terburuk bagi pasukan Muslim. Hari keenam perang terjadi pada minggu keempat Agustus 636 M minggu ketiga Rajab, 15 H. Kondisi fisik dan mental tentara Muslim pagi itu terasa segar, dan mengetahui niat komandan untuk menyerang dan dalam rencananya, mereka tidak sabar untuk pergi berperang. Harapan hari itu membayangi semua kenangan buruk hari sebelumnya. Di depan mereka berbaris tentara Romawi dengan penuh rasa cemas, dan semangat mereka mulai tenggelam karena komandan mereka masuk Islam, mereka memiliki sedikit harapan tetapi masih ingin berjuang dalam diri mereka sendiri. Saat matahari terbit di langit Jabalud Druz yang tenang, Gregory, komandan tentara yang dirantai, maju dengan menunggang kuda ke tengah-tengah tentara Romawi. Dia datang dengan misi untuk membunuh panglima tentara Muslim dengan harapan akan berdampak pada melemahnya moral para pemimpin unit dan jajaran Muslim. Saat dia mendekati tengah-tengah tentara Muslim, dia berteriak menantang duel dan berkata, “Tidak lain adalah komandan orang Arab!” Abu Ubaidah bin Jarrah segera siap menghadapinya. Khalid bin Walid dan yang lainnya berusaha mempertahankannya, karena Gregory memiliki reputasi sebagai pesaing yang sangat kuat, dan seperti itulah kelihatannya. Semua orang merasa akan lebih baik jika Khalid bin Walid menghadapi tantangan itu, tetapi Abu Ubaidah bin Jarrah tidak bergeming. Dia memberi tahu Khalid bin Walid “Jika saya tidak kembali, Anda harus memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan masalah ini. Tidak hanya keberanian pada diri Abu Ubaidah bin Jarrah untuk berani berduel dengan para panglima besar Romawi, tetapi seperti yang terjadi pada perang sebelumnya, pergantian panglima para panglima besar Romawi. Perang Islam biasanya terjadi secara instan. Abu Ubaidah bin Jarrah diberi amanah ketika mengacu pada keadaan perang yang telah terjadi dengan Umar bin Khattab Umar bin Khattab akhirnya memberikan surat tersebut kepada kurirnya untuk disampaikan kepada pihak yang bersangkutan, kurir tersebut juga sangat terkejut dengan tindakan Umar bin Khattab tersebut. Pertempuran luar biasa ini dimenangkan oleh tentara Muslim. Kemudian Abu Ubaidah bin Jarrah menulis surat kepada Umar bin Kahttab menyatakan kemenangan Yarmuk atas Romawi, mengirimkan 1/5 dari rampasan, dan menyebutkan bahwa ia telah menunjuk Bashir bin Sa’d bib Ubai as-Suffar untuk mengusir sisa-sisa musuh yang dikalahkan dan masih tersebar dan terkonsentrasi di Filh Pella . Dia mengetahui bahwa Heraclius dari Hims, tempat dia tinggal, telah mengirim bala bantuan ke Damaskus. Setelah menerima dan membalas surat Abu Ubaidah bin Jarrah, Umar bin Khattab langsung membalasnya. Setelah kemenangan Muslim dalam perang, pengaruh dan hegemoni kekuasaan Romawi runtuh, membuat daerah lain lebih mudah ditaklukkan. Seperti perang Qadisiyah di Damaskus. Kemudian Palestina dan wilayahnya ditaklukkan satu per satu. Kemudian, meninggalkan perisai Romawi dan lengan bertatahkan permata, yang dia abaikan karena kebiasaannya tidak melihat harta berharga dunia, prajurit yang saleh itu kemudian kembali ke tentara Muslim, Abu Ubaidah bin Jarrah dalam perang Yarmuk, menjadi panglima pengganti Khalid bin Walid dan memenangkan perang dengan membunuh panglima tentara Romawi yang ditugaskan oleh Umar bin Khattab.
TanyaUmar al Khattab. “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup bagiku,” jawab Abu Ubaidah al Jarrah. Saidina Umar al Khattab melantik Abu Ubaidah al-Jarrah memimpin tentera Islam bagi merebut kembali kawasan tanah Arab yang dijajah oleh kerajaan Rom. Beliau berjaya dalam tugas yang diberikan itu sehingga berjaya menakluk Baitul Maqdis.
Bismillahirrohmanirrohim...JawabanAbu Ubaidah Bin Jarrah gugur pada waktu pembebasan kota Abu Ubaidah Bin Jarrah terakhir kali ditugaskan ke kota Syam dan dikabarkan meninggal syahid di kota membantu.. Saya juga masih belajar... Pilih sebagai jawaban terbaik ya.. Aarigatoo.. JawabanAbu Ubaidah bin jarrah gugur pada waktu pembebasan kota Syam.Maaf kalau salah maaf ya itu jawabannya salah yang bener itu penaklukan persia
Muhammadadalah keturunan Nabi Ismail -nabi dengan 12 putra yang menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad adalah penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah haji.
!! Jawab Dengan Tepat Nggak Pakai Ketik Soal Cuman Jawaban & Angka Saja !! INI 14. Abu Ubaidah bin jarrah gugur pada waktu pembebasan kota...a. Syiriab. Persiac. Syamd. YerusalemTolongBantuinSaya Jawaban14. C. Syam15. C. al-Faruq16. D. 517. B. karena mendengar bacaan al quran Surah jawaban Kelas VIIjenjang SMPmata Pelajaran AgamaBab 9materi Sejarah Nabi Muhammadlearningislamichistorywithhanifah✔kejarsuksesmutingkatkanprestasimuBIASALAH
KisahPanglima Perang Islam: Abu Ubaidah bin Jarrah ( Orang Kuat Yang Terpercaya ) Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Fihry Al-Quraiys
Penaklukan Syam berlangsung sekitar 6-7 tahun, dimulai tahun 12 H–medium era khilafah Abu Bakar pasca operasi penumpasan kaum murtad dan kelompok anti zakat, hingga tahun 19 H pada masa Khalifah berlangsung pada masa yang beriringan dengan penaklukan di tanah Irak, namun genderang perang dengan pasukan Romawi sebetulnya telah ditabuh semenjak masa Baginda Rasulullah. Pada tahun 8 H, terjadi perang Mu’tah, perang mahadahsyat yang semakin melambungkan nama Khalid bin al-Walid dalam jajaran jenderal perang kelas wahid sepanjang sejarah Islam. Kemudian Perang Tabuk di tahun 9 H, juga dalam rangka mengkonfrontasi pasukan Romawi yang telah bergerak untuk menghabisi kekuatan Islam, dimana akhirnya mereka lebih memilih melarikan oleh 5 orang panglima pilihan, dengan komando utama di tangan Khalid bin al-Walid lalu Abu Ubaidah bin al-Jarrah, rentetan penaklukan di tanah Syam berhasil membebaskan kawasan bersejarah tersebut dari hegemoni Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium yang telah berkuasa di kawasan tersebut menjelang diutusnya Nabi Isa sekitar tahun 64 SM.***Penaklukan di Syam berhasil membebaskan lebih dari 20 kota maupun desa dari belenggu Kekaisaran Romawi. Dilihat dari model penaklukan yang terjadi, maka kota-kota tersebut dibebaskan dengan 3 macam caraPertama, ditaklukkan dengan cara damai, tanpa upaya militer sama sekali. Tanpa aral dan rintangan, pasukan Islam bersepakat dengan penduduk setempat untuk memberikan perlindungan dan jaminan keamanan, serta jaminan bahwa penduduk kota-kota tersebut tidak akan dijadikan budak. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota– Baalbek sekarang Lebanon. Berperan vital dalam pertahanan Romawi di kawasan Syam. Kaisar Heraclius membangun benteng di kota ini dan menyiapkan pasukan untuk diperbantukan ke kota-kota lain yang membutuhkan di seantero Syam. Dua kali pasukan Islam hendak menuju Baalbek tahun 13 dan 14 H, namun terhalang karena perang demi perang terjadi begitu cepat dan mengalihkan fokus pasukan. Baru pada tahun 15 H seusai perang Yarmuk, Khalid bin al-Walid berhasil menaklukkan Baalbek tanpa pertumpahan darah sama sekali. Sebelum kedatangan pasukan Khalid, Baalbek telah kosong ditinggal pasukannya, yang dikirim oleh Heraclius menuju kota kuno Baisan di Palestina untuk membantu pasukan Romawi menghadapi pasukan Islam.– Hama Suriah. Usai menaklukkan Homs pada tahun 17 H, Abu Ubaidah bertolak menuju Rastan dan menaklukkan desa tersebut. Sebelumnya, tugas kepemimpinan di Homs telah dipasrahkan kepada shahabat Ubadah bin ash-Shamit . Abu Ubaidah sampai ke Hama dan membebaskan kota tersebut setelah penduduknya setuju dengan kesepakatan membayar pajak dan kharaj.– Halb Aleppo, Suriah. Ditaklukkan dengan damai oleh Abu Ubaidah bin alJarrah pada tahun 17 H.– Syaizar kini bagian Provinsi Hama, Suriah. Sasaran berikutnya adalah Syaizar. Desa ini ditaklukkan dengan cara yang sama dengan kota Hama.– Ma’arrah sebelah selatan Provinsi Idlib, Suriah, dan– Manbij timur daya Aleppo, Suriah. Keduanya dibebaskan tahun 16 H oleh Abu Ubaidah bin juga Periode Khilafah Umar Mengguncang Tahta Romawi di SyamKedua, ditaklukkan dengan cara damai, namun setelah melewati masa pengepungan yang panjang. Bahkan sebagian juga diwarnai dengan kontak senjata antara pasukan Islam melawan pasukan Romawi. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota-kota besar dengan pengamanan super ketat, seperti– Damaskus. Dikepung sejak 17 Jumadal Akhirah hingga 20 Rajab tahun 13 H. Kelima panglima batalion yang ditunjuk sejak masa khilafah Abu Bakar bersama-sama melakukan pengepungan atas kota ini. Di tengah malam, saat pasukan Romawi di Damaskus sedang kelelahan akibat acara perayaan, Khalid bin al-Walid bersama pasukan terbaiknya berhasil menyelinap masuk melalui gerbang timur. Sadar pasukan Khalid telah menyerang dan tak mungkin dihentikan, Tomas, jenderal Romawi bergegas menemui Abu Ubaidah yang berada di gerbang al-Jabiyah di bagian barat Damaskus dan membuat kesepakatan damai.– Homs Suriah. Kini menjadi kota terbesar ketiga di Suriah, setelah Damaskus dan Aleppo Halb. Ditaklukkan pada tahun 16 H oleh pasukan Khalid bin al-Walid dengan jaminan keamanan senilai dinar.– Raqqah utara Suriah. Setelah meninggalnya Abu Ubaidah bin alJarrah akibat wabah tha’un pes yang bermula dari kota Imwas di dekat Jerussalem pada awal tahun 18 H, maka kepemimpinan di daerah utara Syam diserahkan kepada Iyadh binGhanam al-Fihri, yang bertanggung jawab atas kota Aleppo, Qinnisrin, dan Jazirah Furatiyah. Sekitar Syaban tahun 18 H, Iyadh mengepung kota Raqqah hingga berhasil merebutnya dengan jalan damai. Gerakan Iyadh berhasil menjangkau kota-kota lain seperti Sanliurfa, Harran, dan Sumaisath Samosata. Ketiganya terletak di Anatolia Asia Kecil dan kini bagian dari Turki.– Baitul Maqdis Jerussalem, Palestina. Dikepung oleh gabungan dua pasukan yang dipimpin Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Amr bin al-Ash. Pengepungan berlangsung selama 6 bulan, dimulai bulan Syawal tahun 15 H. setelah enam bulan, Patriark Sophronius yang mengepalai keuskupan di Jerussalem memilih untuk menyerahkan kota al-Quds, namun dengan syarat Khalifah Umar sendiri yang datang untuk acara Ketiga, ditaklukkan dengan cara perang dan operasi militer. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota-kota seperti– Gaza Palestina. Ditaklukkan pada tahun 14 H oleh pasukan Amr bin al-Ash as-Sahmi, seusai perang di Ajanadain.– Qirqisia Circesium, kota kuno di perbatasan Suriah-Irak, dekat kota Dier az-Zor. Ditaklukkan pada bulan Ramadan 17 H oleh pasukan dari Irak yang dikirim oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, komandan utama pasukan Irak.– Ra’sul Ain Provinsi Idlib, Suriah. Ditaklukkan oleh Umair bin Sa’ad alQari’ bin Ubaid al-Anshari yang diutus oleh Iyadh bin Ghanam pada tahun 19 H. Yasir/sidogiriPriode Khilafah Umar Pembebasan Negeri-Negeri Syam0% Priode Khilafah Umar Pembebasan Negeri-Negeri Syam Priode Khilafah Umar Pembebasan Negeri-Negeri SyamPriode Khilafah Umar Pembebasan Negeri-Negeri Syam 0%
MakaAbbas tidak mengumumkan keislamannya kecuali baru pada tahun pembebasan kota Mekah, !” Di keliling Nabi waktu itu hanya tinggal Abu Bakar, Umar, Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib bersama anaknya Fadlal bin Abbas, Ja’far bin Harits, Pabi’ah bin Harits, Usamah bin Zaid, Aiman bin Ubeid dan beberapa shahabat lainnya yang
76] Ketika utusan dari Najran datang menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta orang yang terpercaya, Rasulullah mengutus Abu Ubaidah ibn Jarrah. [77] Ya. Abu Ubaidah ibn Jarrah ra. memang salah satu di antara sepuluh sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga dan berhak memimpin umat Islam. Abu Ubaidah tinggal di daerah yang terjangkit wabah
AbuBakar menugaskan empat panglima perangnya untuk menguasai Syria dari Romawi Timur yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Mereka adalah Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Horns, Amr bin Ash ditugaskan di Palestina, dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.3. Peninggalan Abu Bakar: 1) Mushaf Al Quran.
Halini ditunjukkannya saat Khalifah Umar bin Khathab mencopot sementara waktu kepemimpinan Khalid bin Walid tanpa ada kesalahan apa pun. Menariknya, ia menuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan kepada penggantinya, Abu Ubaidah bin Jarrah. Khalid tidak mempunyai obsesi dengan ketokohannya.
.